Mengenal Medan

Betapa pentingnya fungsi intelijen atau mata-mata dalam sebuah pertempuran. Masa perang dingin AS-Rusia dipenuhi dengan aksi “tukar-menukar” mata-mata yang menginspirasi film-film sukses Hollywood. Dalam dunia industri, Japan Productivity Centre, sebuah lembaga spionase industri Jepang di Washington memiliki peran besar dalam kemajuan industri negara ini setelah kebangkrutannya dalam Perang Dunia II.

Bagaimanapun bentuknya, fungsinya sama : mencari informasi tentang musuh atau tentang medan pertempuran. Seorang panglima perang biasanya akan mengirimkan mata-mata ke kamp musuh untuk mencari tahu kekuatan lawan, syukur sekalian kelemahannya. Atau ke medan yang akan menjadi tempat bertemunya dua pasukan untuk menegetahui kondisinya.

Informasi ini vital, pengetahuan akan keberadaan Bukit Uhud telah mengantarkan kaum muslimin kepada sebuah strategi perang yang efektif. Pengetahuan tentang kuatnya tembok Palestina telah mengantarkan Salahuddin untuk mempersenjatai pasukannya dengan catapult. Mengenal keadaan lawan, pun telah mengantarkan kaum Nasrani menuju perebutan Andalusia yang penuh tragedi.

Dalam da’wah, ketika kita memutuskan untuk bergerak keluar, sama urgensinya, mengenali medan akan menjadi dasar perumusan strategi da’wah. Tentu saja, obyeknya bukan dalam terminologi musuh, tapi mad’u.

Di Lembaga Da’wah Kampus, mengenali medan da’wah berarti mengenali kampus kita sendiri. Harusnya ini tidak sulit dilakukan, kan kuliah di situ juga. Mengenali rumah sendiri tidak akan lebih sulit dari mengenali rumah tetangga. Maka dalam hal ini sebenarnya kita dimudahkan. Biasanya teknik yang banyak digunakan adalah ANSOS (analisis sosial), walaupun secara pribadi kami (saya deng) tidak terlalu suka terpaku pada tahapan-tahapan yang runtut dalam melakukannya (masalah tipe otak).

Sebagai masukan, informasi-informasi tentang hal-hal berikut ini kiranya penting dicari dalam sebuah aktivitas pengenalan medan :

Geografis

Trend

Karakter

Birokrasi

Tingkat ekonomi

Ideologi

Jumlah mahasiswa

Organisasi yg ada

Kegiatan kampus

Sangat bagus kalau informasi yang didapat adalah berupa data kuantitatif, sehingga terukur dan lebih ilmiah. Kita bisa melakukannya dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data seperti quesioner, interview, atau observasi. Dengan begini tindakan atau strategi yang kita rumuskan didukung dengan fakta.

Tapi kalaupun tidak bisa, paling tidak minimal kita mendapat informasi kualitatif. Yang satu ini relatif lebih mudah dicari, tapi rawan terhadap bias. Beberapa tips berikut ini kiranya bisa dilakukan untuk lebih mengenal medan dengan mengumpulkan informasi kualitatif :

1. Cobalah sekali-kali jalan-jalan keliling fakultas, ke seluruh jurusan, kalau mau bisa sambil nempel publikasi kegiatan sebagai alibi. Sekedar melewati tempat-tempat seperti lobi, KMHM, perpus, kantin, tempat parkir, basecamp BSO, lab, akan memberikan sebuah gambaran yang bagus tentang kondisi kampus. Dalam hal ini memang sulit menyebutkan bentuk informasinya secara konkrit, karena sifatnya lebih seperti “sense”, abstrak, tapi cobalah dulu, antum akan tahu rasanya nanti.

2. Mengamati parameter sekunder. Contohnya begini : Misal kita ingin dapat gambaran tentang tingkat ekonomi mahasiswa, tentu sulit kalau harus disensus satu-satu. Ada cara yang lebih smart, datang aja ke tempat parkir. Lihat perbandingan jumlah mobil dan motor, tentunya antum cukup cerdas untuk mengambil kesimpulan. Amati juga jenis motornya juga, kalau rata-rata setingkat sama Honda Injection System, ya….

3. Kalau ingin informasi yang agak “serius”, sering-seringlah ngobrol dengan satpam (SKKK), semakin akrab antum dengan beliau, semakin banyak antum akan mendapat informasi yang “mengagetkan”.

Hanya saja kami perlu mengingatkan tentang dua kelemahan terbesar pendekatan seperti ini. Pertama, subyektif, tergantung cara pandang tiap-tiap individu yang melakukan proses-proses pengenalan medan. Bisa jadi beberapa informasi ditangkap secara reaktif dan berlebihan sehingga terkesan besar, padahal sebenarnya tidak signifikan.

Kedua, men-generalisir yang khusus. Ini termasuk penyakit akut ikhwah akhir-akhir ini. Misal, seringkali kita mengatakan seperti ini “Kajian kemarin, banyak yang ngritik lho, katanya tertalu keras”, padahal yang sebenarnya kita mengambil kesimpulan itu hanya dari satu-dua orang yang kebetulan ngobrol saja. Tapi redaksinya seolah-olah sebagian besar mahasiswa mengatakan demikian. Pada akhirnya kita terpaksa harus repot-repot mengganti format kajian, ganti pembicara, ganti tema, sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Tapi bagaimanapun, lebih berbahaya kalau kita tidak memahami dengan tepat kondisi medan da’wah. “Jika yang masuk sampah, yang keluar pasti juga sampah”, garbage in-garbage out, kalau informasinya salah, kebijakannya pasti juga salah. þ

Leave a comment