Cinta Bersemi Sesama Aktivis ?

<!– /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:””; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:”Times New Roman”; mso-fareast-font-family:”Times New Roman”; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:EN-US;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} –>

“Afwan, ukhti sudah makan belum ?”

Itu tadi adalah sebuah SMS yang dikirim seorang ikhwan kepada seorang akhwat. (Sebenarnya “ikhwan” dan “akhwat” itu bentuk jama’, tapi tak apalah, sudah kebiasaan). Entah cerita ini benar atau tidak, yang jelas seorang ustadz pernah membicarakannya. Dan waktu itu saya tidak ingat dan tidak bisa membedakan beliau memberikan contoh fiktif atau serius. Ada satu lagi,

“Ukhti, Insya Allah dalam beberapa hari ke depan kita akan bertemu dalam sebuah syuro. Jangan takut dan jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”

Ikhwan akhwat yang suka miscall-miscall, saling menasehati, memberi semangat, tahajjud calling. Sebenarnya yang seperti itu termasuk amalan yang baik, dianjurkan, bahkan diperintahkan, tapi disalahtempatkan sehingga salah arti. Lagipula, apakah benar dorongan untuk melakukan hal-hal tersebuat adalah karena Allah ?

“Mencintai, dicintai, fitrah manusia…… setiap insan di dunia pasti mengalaminya………”. Petikan syair nasyid di atas tentu akrab di telinga kita. Begitulah adanya, cinta adalah fitrah, termasuk cinta kepada lawan jenis. Barang siapa mengingkarinya, sama saja mengingkari fitrahnya sendiri. Maka bukan salah mencintai lawan jenis, ikhwan kepada akhwat begitupun sebaliknya. Cuma masalahnya, bagaimana penempatan cinta itu.

Bermula pada sama-sama duduk di sebuah lembaga da’wah, satu kepengurusan, satu divisi. Kemudian sering syuro bersama, sehingga keadaan “memaksa” untuk sering bertemu, koordinasi, dan tukar pendapat. Tak terasa terbiasa share, curhat, dan saling berbagi, mulanya masalah-masalah da’wah tapi lama-lama sampai yang pribadi juga masuk. Pada akhirnya Cinta Bersemi Sesama Aktivis. Selalu semangat kalau ada syuro, karena ada si dia. Jari tangan menjadi sering nakal memainkan keypad HP. Selalu mencari peluang, bagaimana bisa bertemu dengan alasan yang syar’i. Angan-angan yang terlalu jauh, kenapa wajahnya tidak bisa hilang, suaranya seolah selalu terdengar, seandainya saja……. dan seandainya………. Yang merepotkan, beberapa orang berapologi dengan da’wah, kepentingan umat, tuntutan profesionalisme, macam-macam.

Ikhwah fillah, ikhwan wa akhwat, jangan pernah merasa aman dari fitnah yang seperti ini. Mungkin pada awalnya kita merasa tidak akan ada masalah atau kita tidak akan terjatuh pada hal-hal di atas. Sehingga kita sering sangat berani melewati “sedikit” batasan interaksi dalam kerja-kerja da’wah. Ketahuilah, meskipun hijab terpasang di setiap syuro, belum menjamin tidak akan timbul rasa. Syaitan tidak semudah itu menyerah. Apalagi hati manusia selalu berbolak-balik, kadang di atas ketakwaan kadang di bawah. Maka bagaimana kita bisa merasa aman dengan membuka hijab itu, saling memandang sebagaimana biasa, berbicara lepas, bercanda lepas, tertawa lepas, dan berinteraksi sebagaimana para mad’u kita (yang ingin kita rubah) berinteraksi. Bukankah cerita tentang seorang ahli ibadah yang berzina dengan perempuan yang dititipkan kepadanya harusnya memberikan pelajaran bagi kita ? Padahal pada awalnya mereka terpisah sebuah menara yang sangat tinggi.

One response to “Cinta Bersemi Sesama Aktivis ?

  1. hhh..semoga kita terlindung dari hal semacam itu..
    amien..
    pak blognya saya link ya..
    jz..

Leave a comment