Ploting

Bekal paling penting dalam ploting adalah informasi tentang Maba. Bisa dari formulir yang masuk, catatan saat wawancara, atau dari manapun. Yang penting informasi tersebut dapat diolah menjadi sebuah klasifikasi kader.

Mengingat konsep dua mata pedang sebelumnya, dimana ada target da’wah ke dalam, maka klasifikasi tidak hanya berisi minat bidang dan kemampuan organisasi saja, tapi yang paling penting adalah tingkat kepahaman tentang islam dan da’wah. Ini karena kita ingin menciptakan sebuah mix (percampuran) yang sedemikian rupa di masing-masing bidang sehingga :

1. “virus” kesholehan bisa menular.

2. Ada kader penggerak di masing-masing bidang

3. Jaga-jaga kemungkinan terburuk kalau banyak kader yang lepas.

Kami berikan contoh, misal setelah pengolahan informasi, kita berhasil mengkualifikasikan kader baru menjadi tiga level :

1. Level 1: yang sudah menjadi aktivis da’wah sejak SMA, entah di sekolahnya atau di kampungnya

2. Level 2 : yang punya ketertarikan kepada islam dan dalam taraf belajar namun belum pernah menggeluti da’wah

3. Level 3 : yang biasa-biasa aja

Maka ploting harus dilakukan dengan rapi dengan membagi kader Level satu merata ke setiap bidang. Kader inilah yang diharapkan menjadi penggerak dan pembawa virus, orang pertama yang bisa kita pegang. Begitupun kader Level 2 dan Level tiga, semerata mungkin. Tentu saja dengan tetap memperhatikan minat dan bakatnya.

Beberapa informasi tambahan yang “kebetulan” kita dapat juga bisa dijadikan bahan pertimbangan. Misalnya ada dua kader yang berteman akrab semasa SMA, mereka bisa kita taruh di satu bidang agar bisa saling mendukung. Ada baiknya juga ploting dilakukan terpisah ikhwan-akhwat, selain lebih nyaman, lebih dekat kepaa syari’at, juga barangkali ada kondisi-kondisi tertentu yang berbeda.


Lagipula asal pernah ketemu, kalaupun seandainya antum pusing melakukan klasifikasi dengan data-data di kertas dan pingin cari jalan cepat dan mudah, tinggal lihat aja ukuran jilbabnya, pasti langsung ketauan pantasnya di level berap.

Mengingatkan saja bahwa biasanya semakin tinggi levelnya, semakin sedikit jumlahnya (Level 1 lebih sedikit dari Level 2).

Dengan begini, dalam proses-proses selanjutnya diharapkan semuanya dapat naik ke Level 1, yaitu kader da’wah “yang sebenarnya” karena mereka bisa terkondisikan oleh lingkungan dalam bidang mereka. Kalaupun tidak bisa demikian, minimal memperkecil kemungkinan sebuah bidang stagnan dan kosong kader ketika ada yang salah dengan piramidnya. þ

Leave a comment