Positioning

Ada satu perusahaan penerbangan lain yang mencoba mencontek strategi Southwest Airlines. Sebelumnya mereka melayani penerbangan jarak jauh. Karena melihat potensi yang bagus, mereka coba memasuki segmen pasar Southwest Airlines, melayani penerbangan jarak pendek dan menengah, namun dengan tetap melayani penerbangan jarak jauh.

            Apa hasilnya ketika mereka melakukannya ?

            Bisnis mereka turun. Keuntungan yang diharapkan sebagai konsekuensi dari melebarkan jangkauan pasar ternyata tidak didapat, malah kerugian yang terjadi. Sementara Southwest Airlines yang tetap konsisten terus melenggang.

            Siapa tau kenapa bisa seperti ini ?

Petunjuknya adalah : perlu diketahui bahwa fasilitas yang diberikan kepada penumpang berbeda antara penerbangan jarak pendek dan menengah dengan jarak jauh. Satu contohnya kalau penerbangan jarak jauh dapat makan, tapi tidak dengan penerbangan jarak pendek dan menengah. Perbedaan juga ada misal pada jenis pesawat, prosedur pembelian tiket, keberangkatan dan kedatangan.

Sudah bisa dapat jawabannya …. ?

            Ikhwah fillah, manusia bukan tanpa keterbatasan, sebuah Lembaga Da’wah juga bukan tanpa keterbatasan. Terbatas kader, terbatas waktu, terbatas anggaran, terbatas tenaga; limitation. Seandainya tidak ada keterbatasan, maka kita tidak perlu yang namanya manajemen.

            Kita telah belajar tentang segmentasi mad’u, setiap segmen memiliki karakteristik yang berbeda, maunya beda-beda. Maka sangat kecil kemungkinan kita bisa “memuaskan” semuanya kecuali dengan kekuatan lembaga yang besar. Dan kami berpendapat jarang sekali ada lembaga da’wah yang cukup kuat melakukannya.

            Nah kalau kekuatan kita tidak terlalu besar, pilihlah satu segmen untuk kita fokus menggarap segmen itu. Agar semua sumber daya dioptimalkan untuk segmen tersebut, inilah yang dinamakan positioning. Positioning mengambil filosofi dasar dari prioritas dalam da’wah. Paling tidak ada dua manfaatnya :

Pertama, dalam pengambilan kebijakan atau manuver da’wah, ketika ada beberapa alternatif, akan menjadi jelas bagi kita mana yang harus dipilih. Misalnya begini : Kita memutuskan mengambil positioning untuk melayani segmen hanif dengan mengintensifkan kajian tentang Fiqh. Kemudian ada dua usulan kegiatan yang sama-sama membutuhkan anggaran dana. Pertama bedah buku Air Mata Tahajud, kedua Dauroh Fiqh Kontemporer. Dengan konsisten kepada positioning, tentu kita bisa mengambil prioritas. Ini penting untuk memastikan sumber daya dialokasikan pada tempat yang tepat, karena sumber daya itu terbatas.

Kedua, iconisasi. Iconisasi akan memudahkan mad’u mendefinisikan Lembaga Da’wah. Misalnya Smart Syuhada identik dengan gaul dan dekat dengan remaja, FLP yang identik dengan sastra dan kepenulisan, atau FOSDA identik dengan kajian islam mahasiswa. Sejauh yang kami tahu, belum ada Lembaga Da’wah Kampus tingkat fakultas atau jurusan atau universitas yang berani mengiconkan diri, melakukan differensiasi sehingga menegaskan posisinya, argumentasi untuk meraih semua segmen biasanya menjadi penghalang yang signifikan.

Dalam konteks lembaga da’wah kampus, positioning tentu agak berbeda penerapan dengan lembaga-lembaga seperti Smart, FLP, atau FOSDA di atas. Lembaga tersebut melakukan positioning dengan bergerak pada satu bidang, namun lembaga da’wah kampus melakukan positioning dengan memfokuskan gerakan pada satu bidang. Apa bedanya ?

            Bilang saja lembaga da’wah kampus memiliki bidang yang bergerak di kajian, sosial, kaderisasi, media, atau bahkan akademis. Positioning bisa dilakukan misal dengan menjadikan bidang media sebagai ujung tombak untuk pengkajian isu keumatan. Sementara bidang yang lain sebagai pendukungnya. Positioningnya bisa menjadi : momfokuskan diri pada pengkajian isu keumatan melalui media cetak . Maka akan ada alokasi anggaran yang lebih banyak untuk membuat buletin, leaflet, poster, spanduk, blog, dll dibandingkan mengadakan talkshow, seminar, atau bhakti sosial.

            Inilah positioning, mungkin antum agak canggung seolah-olah kita menafikan banyak hal, tapi “untuk mendapat kejayaan yang lebih besar, kadang ada pertempuran yang harus ditinggalkan”. Maka teruslah menjadi semakin kuat, kalau kekuatan bertambah, keterbatasan semakin kecil, makin banyak yang bisa kita rangkul. Karena pertempuran tidak bisa dimenangkan hanya dengan idealisme dan semangat. þ

 

Leave a comment